Oleh : Asep Sumantri
Teng, tong, teng, tong.. "Diberitahukan kepada penumpang kereta Argo
Bromo jurusan Surabaya, agar menuju ke peron 3 karena kereta sebentar
lagi akan memasuki stasiun", suara pengumuman yang cukup keras itu
membuyarkan lamunan saya. Saya sendiri bukan mau naik kereta itu tapi
sedang menunggu kereta lain jurusan.
* * *
Teng, tong, teng, tong.. "Diberitahukan kepada penumpang kereta Argo
Bromo jurusan Surabaya, agar menuju ke peron 3 karena kereta sebentar
lagi akan memasuki stasiun", suara pengumuman yang cukup keras itu
membuyarkan lamunan saya. Saya sendiri bukan mau naik kereta itu tapi
sedang menunggu kereta lain jurusan.
* * *
Saya kemarin mendapat imel dari seseorang yang mana dia mengirimkan
kepada saya tentang 8 alasan mengapa memilih PKS. Mengapa delapan?
Yah, mungkin terkait dengan nomor urut PKS yang memang bernomor 8.
Awalnya saya menganggap bahwa ini iklan politik. Saya coba baca isinya
dan saya membenarkan isi dari imel itu. Memang 8 (walau terkesan
dipaksakan) alasan itu menampilkan sisi-sisi kebaikan PKS, yang mana
saat deklarasi pendiriannya dulu (saat itu masih bernama PK) di masjid
Al-Azhar, saya berdua dengan kawan yang mensyut acara itu, lalu
mengedit filmnya, saya tambahkan opening title di awalnya.
Saya ingat betul video itu diedit 'masih kasar' karena belum ada
program editing yang mudah digunakan dan komputer juga belum sebagus
sekarang. Jadi cara mengedit dengan menggunakan tape to tape, cara
analog. Wah, pokoknya ribet asli deh.
Lagu pembukanya menggunakan soundtrack dari film Batman Returns
(hehehe.. lagi-lagi Batman, yah) dan film itu diberikan narasi juga
oleh kawan saya. Pun dalam video itu dibuat cerita bahwa, 'bermula
dari kesuksesan partai Refah di Turki, bla bla bla' dan voila, jadilah
sebuah video promosi. Video itu kemudian dikopi dan disebarkan ke
seluruh Indonesia (kalau tidak salah begitu deh ya). Nah, itulah video
pertama yang kami berdua kerjakan.
* * *
Kembali ke bumi setelah mengawang-awang bernostalgia.
Saya membayangkan diri saya sekarang ini sedang menunggu sebuah partai
yang dulu pernah menjadi kereta dengan gerbong eksklusif (bukan
eksekutif), dimana kereta itu bagus tampaknya dari luar dan nyaman
saat di dalamnya.
Saya bayangkan juga sebuah kereta ekonomi, dimana semua orang bahkan
kambing sekalipun duduk bareng bersama dalam satu gerbong. Para
pedagang bersliweran menjajakan entah itu makanan, sampai kipas mini
bertenaga batere. Maklum, hawanya lebih panas karena semuanya masuk
berjubel.
Beda dengan kereta yang di awal, dimana isi penumpangnya sedikit dan
kereta jauh lebih nyaman karena tidak ada pedagang yang masuk, kambing
tidak ikut naik dan berpendingin udara, sehingga lebih sejuk.
Saya membandingkan antara PK dan PKS, maka saya mendapatkan kenyataan
yang seperti itu. PK dulu adalah partai yang 'eksklusif' karena hanya
orang-orang yang ikut 'pengajian', ikut tarbiyah, ikut halaqoh dan
sebagainya yang lantas mereka menjadi pondasi massa, yang menjadi
grass root bagi partai yang mulai saat dideklarasikan sampai sekarang
ini masih tetap fenomenal dan kadang kontroversial.
Saat masih eksklusif
Saat itu sepertinya masa keemasan dan masa kejayaan bagi PK, karena
pada waktu itu semuanya baik. Semua bahu membahu berjuang agar PK bisa
menjadi partai yang 'lain daripada yang lain', dimana yang tampil
adalah wajah-wajah muda nan segar yang menjadi pemimpin serta anggotanya.
Tampil orang-orang muda terpelajar yang cerdas, bersih, jujur, bisa
dipercaya dan juga enak saat diajak bicara, karena bahasan mereka
lugas dan mendalam. Tidak terkesan sebagai partai cemen yang berisi
orang-orang cuma iseng bikin partai, karena kesempatan mendirikan
partai saat itu dibuka lebar-lebar oleh pemerintah.
Tokoh-tokoh muda yang tampil selama ini memang sudah dikenal di
kalangan mereka sebagai orang yang berpengetahuan luas, seorang ustadz
yang biasa bicara masalah agama dan lancar bicara masalah politik.
Bukan sekedar ustadz karbitan dan politikus oportunis, yang
menggunakan pesona dan kharisma untuk menjaring massa. Bahkan
kebanyakan dari mereka malah tidak dikenal oleh banyak orang dan hanya
'untuk kalangan sendiri'.
PK pada saat itu tampil seolah 'melawan arus', melawan kebiasaan.
Entah itu memang sekedar manuver politik, atau memang mereka
menciptakan brand image tersendiri, menciptakan trendsetter yang lain
daripada yang lain.
Hal itu seolah menjadi pedang bermata dua. Di sisi lain orang memuji
'gerakan moral' yang dilakukan oleh PK sementara di sisi lain tindakan
'di luar manuver politik' dimana PK dikenal sebagai 'partainya anak
muda militan', yang suka membid'ahkan 'ritual-ritual keagamaan'
seperti tahlilan, yasinan dan sebagainya. Cap miring pengikut
'wahabi', bukan Islam, bukan NU, bukan Muhammadiyah, pokoknya yang
bukan-bukan, menjadikan PK bukan sebagai partai pilihan dan idaman.
Tapi, bukannya PK ditinggalkan, malah makin bertambah penggemarnya.
Rupanya gerakan moral seperti para politisi PK tidak ada yang terlibat
korupsi, perilaku kehidupan mereka yang jauh dari kesan glamour dan
seperti mau menghabiskan uang rakyat. Bahkan dalam banyak kasus, kesan
sederhana yang selalu ditonjolkan oleh beberapa orang teman saya yang
sempat mengenyam bangku wakil rakyat, itu memang menjadi promosi
efektif dalam membangun kepercayaan orang kepada mereka dan kepada partai.
Segala kesantunan para politisi PK yang selama ini tidak pernah tampil
dari partai lain, seolah menjadi sebuah ukuran bahwa, 'politik itu
kotor, tapi bukan berarti politisi harus ikut menjadi kotor'. Mereka
membawakan politik, partai, politisi seolah seperti saat mereka sedang
berceramah, seperti mereka sedang mengkaji sebuah topik dalam
pengajian. Dan itu semua menjadi daya tarik yang cukup besar bagi
rakyat yang sudah muak dengan segala janji penuh tipu daya dan rayuan
maut dari partai dan politisi yang mengatasnamakan rakyat tapi hidup
makmur dari uang rakyat.
Menurunkan harga untuk menjaring penumpang
Setelah berjalan sekian lama, keadaan kehidupan perpartaian yang
berfilosofi 'tidak ada musuh abadi, tidak ada teman abadi, yang ada
kepentingan pribadi' mulai tampak ke permukaan dari PK yang telah
berganti nama menjadi PKS.
Oh iya, mengapa diubah dari PK menjadi PKS? Karena sesuai peraturan
yang waktu itu berlaku, PK tidak mencapai electoral threshold atau
batas minimal partai bisa ikut pemilu (lagi). Karena terpaksa harus
dibubarkan, maka sengaja PK dibubarkan dan kemudian para pengurusnya
membuat lagi partai dengan nama yang sama dan ditambahkan kata
'Sejahtera' supaya tidak sama.
Logo pun diganti dengan yang lebih 'manis', lebih 'manusiawi' atau
sesuai dengan kata 'Sejahtera', sehingga logo yang awalnya pedang
membelah bulan (artinya harus adil dalam membagi) diganti menjadi ada
simbol kesejahteraan, yaitu gambar padi di tengah-tengahnya. Jadi arti
lambang itu ialah harus adil dalam membagi-bagi kesejahteraan.
Oke, lalu maksudnya dengan menurunkan harga itu apa? Ya, PKS mulai
menjadi partai yang 'tidak kaku', lebih fleksibel, bisa menerima
keberagaman, tidak cuma dari kalangan ikhwah, kalangan tarbiyah juga
bukan cuma menerima koalisi dari partai 'seiman' atau partai yang visi
misinya melulu 'Islam'.
PKS pelan-pelan mulai membangun kekuatan dengan menjalin koalisi
dengan banyak partai lain, walau bukan sembarang partai dan tidak asal
partai gurem. PKS mulai menampilkan citra yang lebih lunak, lebih
membumi, lebih bergaul dan juga 'bisa diterima oleh semua kalangan'.
Kompensasi yang harus diterima ialah, bahwa PKS yang dulu berasal dari
sebuah partai eksklusif PK, dimana ibarat gerbong kereta eksklusif,
maka isi penumpang cuma sedikit karena peminatnya dari kalangan
terbatas. Gerbong itu sejuk dan bersih, karena isinya 'orang' semua.
Semua itu membutuhkan biaya perawatan yang mahal dan karena
penumpangnya sedikit, harganya menjadi mahal dan itu berakibat sulit
terjangkau bagi orang-orang biasa.
PKS sekarang seperti menawarkan sebuah gerbong ekonomi. Dan karena
harga yang murah, menyebabkan siapa saja pun bahkan kambing sekalipun
boleh naik ke dalam gerbong. Belum lagi para pedagang yang
berseliweran. Tapi apa yang didapat dengan 'menurunkan harga' seperti
itu? Penumpangnya malah berjubel.
Apa artinya perumpamaan ini? Karena PKS kini menjadi partai yang
terbuka, tidak eksklusif lagi, siapapun bisa naik ke dalam PKS bahkan
seekor kambing pun..! Para oportunis yang ibarat pedagang yang mencoba
mencari-cari peluang yang siapa tahu mereka bisa mendapatkan
keuntungan dari 'para penumpang'.
Apakah itu salah?
Nah, ini pertanyaan yang sulit dijawab sekaligus mudah dijawab.
Sulit, bila kita mengedepankan emosi dan rasa sentimen. Mudah, bila
kita memang memahami hakikat suatu partai yang sejatinya partai itu
harusnya bisa menampung segala aspirasi, segala lapisan, segala bentuk
manusia, segala bentuk kehendak serta partai itu memang semestinya
tidak menjadi milik satu golongan atau satu orang saja.
Yang namanya partai, dimana jumlah suara pemilih terbanyaklah yang
menentukan partai itu menang apa tidak. Hal itulah yang sering
menjadikan sebuah partai yang awalnya dibangun dengan idealis
sekalipun, pada akhirnya harus tunduk pada kenyataan pasar. Ada
permintaan maka ada penyediaan.
Memandang bahwa pemilih potensial hanyalah mereka yang berjenggot,
yang ikhwah, yang ikut tarbiyah, maka itu adalah sebuah jalan
pemikiran yang naif, menurut saya lho.
Memang, demi menjaring pemilih dari kalangan manapun, golongan
manapun, maka mau tidak mau PKS harus menjadi partai terbuka seperti
itu. Dan tindakan itu bagi saya masih sangat bisa dibenarkan. Asalkan
tetap ada kendali, tetap ada pengarahan, ada rambu-rambu dan 'para
pengawas serta satpam' juga tetap dengan tidak lelah-lelahnya untuk
selalu mengarahkan PKS ini 'ke jalan yang lurus'.
Siapa lagi mereka itu, kalau bukan para kader yang dengan senang hati,
sukarela bukan paksarela, mau mengorbankan diri dan hartanya demi
kelangsungan hidup partai yang sangat mereka dambakan dan banggakan.
Saya mengacungkan jempol, eh dua jempol, kepada mereka yang tetap
dengan setia terus mengusung partai yang saya merasa 'ikut-ikutan
mendeklarasikannya' .
Lalu soal kelakuan para politisinya?
Marilah kita pisahkan antara partai dan politisi. Saya tahu bahwa
seorang Anis Matta itu memang 'sudah kaya' sebelum dia menjadi
seseorang di PKS. Dari hasil dia bekerja, wajar saja bagi saya bila
dia punya mobil mewah. Saya dengar bahwa beliau menyumbangkan mobil
Avanza miliknya demi kepentingan dakwah Al-Manar. Bukankah itu sudah
mencukupi dan kita anggap itu buah rasa syukur dia?
Eh.. eh.. kok saya jadi seperti membelanya ya? Apa ada 'main-main'?
Sumpah demi Allah, tidak ada. Kenal secara pribadi juga tidak. Saya
tahu siapa dia, tapi dia tidak pernah kenal saya.
Ahmad Heryawan, yang dulu saya tahu bagaimana saat masih ikut liqo
datang dengan segala kesederhanaannya, tapi sekarang coba lihat? Sudah
jadi gubernur dia. Sudah biasa naik turun mobil. Sudah lupa sama teman
satu liqo nih? Nggak..
Tapi, apa salah Anis Matta, kalau dia menjadi kaya? Apa salah Ahmad
Heryawan menjadi seorang yang kaya? Apa harus selamanya sederhana
seperti saat dia dulu masih liqo sama kita-kita? Hmm.. tidak juga
menurut saya.
Saya sih belum pernah mendapat cerita bahwa kedua orang itu menjadi
petantang petenteng mentang-mentang sudah jadi orang kaya, sudah jadi
anggota legislatif, sudah punya kedudukan dan sebagainya.
Walaupun cerita miring tentang perilaku mereka yang 'sok kaya' itu
yang banyak terdengar, tapi itu bukan berarti mereka sejelek itu.
Memang sih, mereka sudah jadi orang penting, tapi tidak pernah
sedikitpun saya mendengar mereka korupsi, misalnya. Saya tidak pernah
mendengar mereka menyalahgunakan jabatan mereka untuk 'kegiatan
memperkaya diri mereka'.
Penutup
Maaf, tulisan ini saya tutup sampai di sini. Maaf, bila saya sengaja
mengesankan saya membela mereka. Maaf, bila ada yang merasa bahwa kini
PKS sudah tidak 'seindah yang dulu'. Maaf bila maaf saya tidak
berkenan bagi semua orang.
Saya hanya ingin menggugah semua orang yang membaca tulisan saya,
bahwa memang PKS telah berubah menjadi partai yang sesuai dengan
habitatnya sebagai sebuah partai.
Saya mendengar banyak sekali keluhan mereka yang tidak puas, yang
kecewa, yang menghujat, yang ingin agar PKS kembali seperti dulu,
partai yang berjalan sesuai dengan marhalah dakwah.
Untuk hal itu, saya cuma bisa bilang begini : kenapa tidak kita bikin
satu jama'ah yang rapih? Yang bisa selalu tampil untuk menyerukan
kebenaran dan meluruskan setiap penyimpangan?
kepada saya tentang 8 alasan mengapa memilih PKS. Mengapa delapan?
Yah, mungkin terkait dengan nomor urut PKS yang memang bernomor 8.
Awalnya saya menganggap bahwa ini iklan politik. Saya coba baca isinya
dan saya membenarkan isi dari imel itu. Memang 8 (walau terkesan
dipaksakan) alasan itu menampilkan sisi-sisi kebaikan PKS, yang mana
saat deklarasi pendiriannya dulu (saat itu masih bernama PK) di masjid
Al-Azhar, saya berdua dengan kawan yang mensyut acara itu, lalu
mengedit filmnya, saya tambahkan opening title di awalnya.
Saya ingat betul video itu diedit 'masih kasar' karena belum ada
program editing yang mudah digunakan dan komputer juga belum sebagus
sekarang. Jadi cara mengedit dengan menggunakan tape to tape, cara
analog. Wah, pokoknya ribet asli deh.
Lagu pembukanya menggunakan soundtrack dari film Batman Returns
(hehehe.. lagi-lagi Batman, yah) dan film itu diberikan narasi juga
oleh kawan saya. Pun dalam video itu dibuat cerita bahwa, 'bermula
dari kesuksesan partai Refah di Turki, bla bla bla' dan voila, jadilah
sebuah video promosi. Video itu kemudian dikopi dan disebarkan ke
seluruh Indonesia (kalau tidak salah begitu deh ya). Nah, itulah video
pertama yang kami berdua kerjakan.
* * *
Kembali ke bumi setelah mengawang-awang bernostalgia.
Saya membayangkan diri saya sekarang ini sedang menunggu sebuah partai
yang dulu pernah menjadi kereta dengan gerbong eksklusif (bukan
eksekutif), dimana kereta itu bagus tampaknya dari luar dan nyaman
saat di dalamnya.
Saya bayangkan juga sebuah kereta ekonomi, dimana semua orang bahkan
kambing sekalipun duduk bareng bersama dalam satu gerbong. Para
pedagang bersliweran menjajakan entah itu makanan, sampai kipas mini
bertenaga batere. Maklum, hawanya lebih panas karena semuanya masuk
berjubel.
Beda dengan kereta yang di awal, dimana isi penumpangnya sedikit dan
kereta jauh lebih nyaman karena tidak ada pedagang yang masuk, kambing
tidak ikut naik dan berpendingin udara, sehingga lebih sejuk.
Saya membandingkan antara PK dan PKS, maka saya mendapatkan kenyataan
yang seperti itu. PK dulu adalah partai yang 'eksklusif' karena hanya
orang-orang yang ikut 'pengajian', ikut tarbiyah, ikut halaqoh dan
sebagainya yang lantas mereka menjadi pondasi massa, yang menjadi
grass root bagi partai yang mulai saat dideklarasikan sampai sekarang
ini masih tetap fenomenal dan kadang kontroversial.
Saat masih eksklusif
Saat itu sepertinya masa keemasan dan masa kejayaan bagi PK, karena
pada waktu itu semuanya baik. Semua bahu membahu berjuang agar PK bisa
menjadi partai yang 'lain daripada yang lain', dimana yang tampil
adalah wajah-wajah muda nan segar yang menjadi pemimpin serta anggotanya.
Tampil orang-orang muda terpelajar yang cerdas, bersih, jujur, bisa
dipercaya dan juga enak saat diajak bicara, karena bahasan mereka
lugas dan mendalam. Tidak terkesan sebagai partai cemen yang berisi
orang-orang cuma iseng bikin partai, karena kesempatan mendirikan
partai saat itu dibuka lebar-lebar oleh pemerintah.
Tokoh-tokoh muda yang tampil selama ini memang sudah dikenal di
kalangan mereka sebagai orang yang berpengetahuan luas, seorang ustadz
yang biasa bicara masalah agama dan lancar bicara masalah politik.
Bukan sekedar ustadz karbitan dan politikus oportunis, yang
menggunakan pesona dan kharisma untuk menjaring massa. Bahkan
kebanyakan dari mereka malah tidak dikenal oleh banyak orang dan hanya
'untuk kalangan sendiri'.
PK pada saat itu tampil seolah 'melawan arus', melawan kebiasaan.
Entah itu memang sekedar manuver politik, atau memang mereka
menciptakan brand image tersendiri, menciptakan trendsetter yang lain
daripada yang lain.
Hal itu seolah menjadi pedang bermata dua. Di sisi lain orang memuji
'gerakan moral' yang dilakukan oleh PK sementara di sisi lain tindakan
'di luar manuver politik' dimana PK dikenal sebagai 'partainya anak
muda militan', yang suka membid'ahkan 'ritual-ritual keagamaan'
seperti tahlilan, yasinan dan sebagainya. Cap miring pengikut
'wahabi', bukan Islam, bukan NU, bukan Muhammadiyah, pokoknya yang
bukan-bukan, menjadikan PK bukan sebagai partai pilihan dan idaman.
Tapi, bukannya PK ditinggalkan, malah makin bertambah penggemarnya.
Rupanya gerakan moral seperti para politisi PK tidak ada yang terlibat
korupsi, perilaku kehidupan mereka yang jauh dari kesan glamour dan
seperti mau menghabiskan uang rakyat. Bahkan dalam banyak kasus, kesan
sederhana yang selalu ditonjolkan oleh beberapa orang teman saya yang
sempat mengenyam bangku wakil rakyat, itu memang menjadi promosi
efektif dalam membangun kepercayaan orang kepada mereka dan kepada partai.
Segala kesantunan para politisi PK yang selama ini tidak pernah tampil
dari partai lain, seolah menjadi sebuah ukuran bahwa, 'politik itu
kotor, tapi bukan berarti politisi harus ikut menjadi kotor'. Mereka
membawakan politik, partai, politisi seolah seperti saat mereka sedang
berceramah, seperti mereka sedang mengkaji sebuah topik dalam
pengajian. Dan itu semua menjadi daya tarik yang cukup besar bagi
rakyat yang sudah muak dengan segala janji penuh tipu daya dan rayuan
maut dari partai dan politisi yang mengatasnamakan rakyat tapi hidup
makmur dari uang rakyat.
Menurunkan harga untuk menjaring penumpang
Setelah berjalan sekian lama, keadaan kehidupan perpartaian yang
berfilosofi 'tidak ada musuh abadi, tidak ada teman abadi, yang ada
kepentingan pribadi' mulai tampak ke permukaan dari PK yang telah
berganti nama menjadi PKS.
Oh iya, mengapa diubah dari PK menjadi PKS? Karena sesuai peraturan
yang waktu itu berlaku, PK tidak mencapai electoral threshold atau
batas minimal partai bisa ikut pemilu (lagi). Karena terpaksa harus
dibubarkan, maka sengaja PK dibubarkan dan kemudian para pengurusnya
membuat lagi partai dengan nama yang sama dan ditambahkan kata
'Sejahtera' supaya tidak sama.
Logo pun diganti dengan yang lebih 'manis', lebih 'manusiawi' atau
sesuai dengan kata 'Sejahtera', sehingga logo yang awalnya pedang
membelah bulan (artinya harus adil dalam membagi) diganti menjadi ada
simbol kesejahteraan, yaitu gambar padi di tengah-tengahnya. Jadi arti
lambang itu ialah harus adil dalam membagi-bagi kesejahteraan.
Oke, lalu maksudnya dengan menurunkan harga itu apa? Ya, PKS mulai
menjadi partai yang 'tidak kaku', lebih fleksibel, bisa menerima
keberagaman, tidak cuma dari kalangan ikhwah, kalangan tarbiyah juga
bukan cuma menerima koalisi dari partai 'seiman' atau partai yang visi
misinya melulu 'Islam'.
PKS pelan-pelan mulai membangun kekuatan dengan menjalin koalisi
dengan banyak partai lain, walau bukan sembarang partai dan tidak asal
partai gurem. PKS mulai menampilkan citra yang lebih lunak, lebih
membumi, lebih bergaul dan juga 'bisa diterima oleh semua kalangan'.
Kompensasi yang harus diterima ialah, bahwa PKS yang dulu berasal dari
sebuah partai eksklusif PK, dimana ibarat gerbong kereta eksklusif,
maka isi penumpang cuma sedikit karena peminatnya dari kalangan
terbatas. Gerbong itu sejuk dan bersih, karena isinya 'orang' semua.
Semua itu membutuhkan biaya perawatan yang mahal dan karena
penumpangnya sedikit, harganya menjadi mahal dan itu berakibat sulit
terjangkau bagi orang-orang biasa.
PKS sekarang seperti menawarkan sebuah gerbong ekonomi. Dan karena
harga yang murah, menyebabkan siapa saja pun bahkan kambing sekalipun
boleh naik ke dalam gerbong. Belum lagi para pedagang yang
berseliweran. Tapi apa yang didapat dengan 'menurunkan harga' seperti
itu? Penumpangnya malah berjubel.
Apa artinya perumpamaan ini? Karena PKS kini menjadi partai yang
terbuka, tidak eksklusif lagi, siapapun bisa naik ke dalam PKS bahkan
seekor kambing pun..! Para oportunis yang ibarat pedagang yang mencoba
mencari-cari peluang yang siapa tahu mereka bisa mendapatkan
keuntungan dari 'para penumpang'.
Apakah itu salah?
Nah, ini pertanyaan yang sulit dijawab sekaligus mudah dijawab.
Sulit, bila kita mengedepankan emosi dan rasa sentimen. Mudah, bila
kita memang memahami hakikat suatu partai yang sejatinya partai itu
harusnya bisa menampung segala aspirasi, segala lapisan, segala bentuk
manusia, segala bentuk kehendak serta partai itu memang semestinya
tidak menjadi milik satu golongan atau satu orang saja.
Yang namanya partai, dimana jumlah suara pemilih terbanyaklah yang
menentukan partai itu menang apa tidak. Hal itulah yang sering
menjadikan sebuah partai yang awalnya dibangun dengan idealis
sekalipun, pada akhirnya harus tunduk pada kenyataan pasar. Ada
permintaan maka ada penyediaan.
Memandang bahwa pemilih potensial hanyalah mereka yang berjenggot,
yang ikhwah, yang ikut tarbiyah, maka itu adalah sebuah jalan
pemikiran yang naif, menurut saya lho.
Memang, demi menjaring pemilih dari kalangan manapun, golongan
manapun, maka mau tidak mau PKS harus menjadi partai terbuka seperti
itu. Dan tindakan itu bagi saya masih sangat bisa dibenarkan. Asalkan
tetap ada kendali, tetap ada pengarahan, ada rambu-rambu dan 'para
pengawas serta satpam' juga tetap dengan tidak lelah-lelahnya untuk
selalu mengarahkan PKS ini 'ke jalan yang lurus'.
Siapa lagi mereka itu, kalau bukan para kader yang dengan senang hati,
sukarela bukan paksarela, mau mengorbankan diri dan hartanya demi
kelangsungan hidup partai yang sangat mereka dambakan dan banggakan.
Saya mengacungkan jempol, eh dua jempol, kepada mereka yang tetap
dengan setia terus mengusung partai yang saya merasa 'ikut-ikutan
mendeklarasikannya' .
Lalu soal kelakuan para politisinya?
Marilah kita pisahkan antara partai dan politisi. Saya tahu bahwa
seorang Anis Matta itu memang 'sudah kaya' sebelum dia menjadi
seseorang di PKS. Dari hasil dia bekerja, wajar saja bagi saya bila
dia punya mobil mewah. Saya dengar bahwa beliau menyumbangkan mobil
Avanza miliknya demi kepentingan dakwah Al-Manar. Bukankah itu sudah
mencukupi dan kita anggap itu buah rasa syukur dia?
Eh.. eh.. kok saya jadi seperti membelanya ya? Apa ada 'main-main'?
Sumpah demi Allah, tidak ada. Kenal secara pribadi juga tidak. Saya
tahu siapa dia, tapi dia tidak pernah kenal saya.
Ahmad Heryawan, yang dulu saya tahu bagaimana saat masih ikut liqo
datang dengan segala kesederhanaannya, tapi sekarang coba lihat? Sudah
jadi gubernur dia. Sudah biasa naik turun mobil. Sudah lupa sama teman
satu liqo nih? Nggak..
Tapi, apa salah Anis Matta, kalau dia menjadi kaya? Apa salah Ahmad
Heryawan menjadi seorang yang kaya? Apa harus selamanya sederhana
seperti saat dia dulu masih liqo sama kita-kita? Hmm.. tidak juga
menurut saya.
Saya sih belum pernah mendapat cerita bahwa kedua orang itu menjadi
petantang petenteng mentang-mentang sudah jadi orang kaya, sudah jadi
anggota legislatif, sudah punya kedudukan dan sebagainya.
Walaupun cerita miring tentang perilaku mereka yang 'sok kaya' itu
yang banyak terdengar, tapi itu bukan berarti mereka sejelek itu.
Memang sih, mereka sudah jadi orang penting, tapi tidak pernah
sedikitpun saya mendengar mereka korupsi, misalnya. Saya tidak pernah
mendengar mereka menyalahgunakan jabatan mereka untuk 'kegiatan
memperkaya diri mereka'.
Penutup
Maaf, tulisan ini saya tutup sampai di sini. Maaf, bila saya sengaja
mengesankan saya membela mereka. Maaf, bila ada yang merasa bahwa kini
PKS sudah tidak 'seindah yang dulu'. Maaf bila maaf saya tidak
berkenan bagi semua orang.
Saya hanya ingin menggugah semua orang yang membaca tulisan saya,
bahwa memang PKS telah berubah menjadi partai yang sesuai dengan
habitatnya sebagai sebuah partai.
Saya mendengar banyak sekali keluhan mereka yang tidak puas, yang
kecewa, yang menghujat, yang ingin agar PKS kembali seperti dulu,
partai yang berjalan sesuai dengan marhalah dakwah.
Untuk hal itu, saya cuma bisa bilang begini : kenapa tidak kita bikin
satu jama'ah yang rapih? Yang bisa selalu tampil untuk menyerukan
kebenaran dan meluruskan setiap penyimpangan?
PKS kini telah berubah menjadi majmu'ah (kumpulan orang) yang
masing-masing berada dalam satu gerbong yang sudah tidak seeksklusif
dulu.. Dan untuk hal itu saudaraku.. terimalah.. Dan tetaplah untuk
menjadi petugas pengawas jalur agar PKS terus tetap berada 'di jalur
yang lurus'.
masing-masing berada dalam satu gerbong yang sudah tidak seeksklusif
dulu.. Dan untuk hal itu saudaraku.. terimalah.. Dan tetaplah untuk
menjadi petugas pengawas jalur agar PKS terus tetap berada 'di jalur
yang lurus'.
Insya Allah.. Aamiin.. Wallahu a'lam..
4 komentar:
Oke Fan Maju Terus
Sugih
thank you bos
Blog-nya bagus...
Gambar2nya juga bagus...
Warna2nya juga bagus...
Muantab bah...
bagaimana jika orang2 yg kritis telah disingkirkan pak? ;)
Posting Komentar